Kain Loreng

|
Kain Loreng 
Kamuflase militer mengacu pada metode yang digunakan untuk membuat pasukan militer ketika dalam suatu operasi militer susah terdeteksi oleh pasukan musuh. Dalam prakteknya, penerapan warna dan bahan untuk seragam perang dan peralatan militer untuk menyembunyikan /menyamarkan mereka dari pengamatan visual musuh. Kamuflase kata yang gaul dari Perancis datang ke dalam penggunaan bahasa Inggris secara umum selama Perang Dunia I ketika konsep penipuan visual yang berkembang menjadi bagian penting dari taktik militer modern. Dalam artileri, perang jangka panjang dan observasi oleh udara dikombinasikan untuk memperluas lapangan. kebakaran, dan kamuflase secara umum digunakan untuk penyamaran guna mengurangi terdeteksi oleh musuh sehingga mengurangi bahaya menjadi sasaran.


Sebelumnya dikenal sebagai penyamaran warna atau penyembunyian untuk menipu, kamuflase militer pertama kali dipraktekkan di awal 1800-an oleh beberapa unit militer untuk membela diri terhadap akurasi meningkat dan laju api senjata. Sebelum itu, tentara cenderung memakai warna-warna cerah dan berani, desain mengesankan untuk mengecilkan hati musuh, kohesi satuan asuh, memungkinkan identifikasi lebih mudah dari unit dalam kabut perang, menarik merekrut, dan mengurangi desersi.


Maksud dari kamuflase adalah untuk mengganggu garis besar dengan menggabungkan dengan sekitarnya, sehingga target sulit untuk mengidentifikasi, atau membingungkan pengamat sebagai sifatnya. Beberapa kamuflase modern, misalnya CADPAT, alamat visibilitas di dekat inframerah serta cahaya tampak, untuk penyembunyian dari perangkat penglihatan malam. Berbagai negara telah mengambil jalan yang berbeda terhadap pengembangan kamuflase militer.Unit-unit reguler pertama yang mengadopsi warna-warna kamuflase adalah Resimen Senapan ke-95 dan Resimen Senapan ke-60, dibuat selama Perang Napoleon untuk memperkuat garis pertempuran Inggris. Ketika mereka membawa lebih akurat Rifles Baker dan bergerak pada kisaran lagi, mereka mengenakan jaket hijau senapan, berbeda dengan tunik resimen 'The Red Line'.

Pasukan Inggris saat pemberontakan tahun 1857 di India mencelup seragam putih mereka bor untuk nada mencolok (mengikuti praktek yang dimulai oleh Korps Guides di 1846), yang disebut khaki (dari kata Hindi-Urdu untuk "berdebu" ), oleh perendaman dalam lumpur, teh, kopi atau tinta berwarna. Warna yang dihasilkan bervariasi dari abu-abu gelap atau batu tulis melalui cokelat muda sampai off-putih, atau kadang-kadang bahkan lavender. Tindakan improvisasi secara bertahap menjadi luas di kalangan tentara yang ditempatkan di India dan North-West Frontier, dan kadang-kadang di antara pasukan berkampanye di benua Afrika.
Khaki berwarna seragam menjadi gaun layanan standar untuk kedua pasukan Inggris dan Tentara Inggris ditempatkan di India India Inggris pada 1885, dan pada tahun 1896 seragam khaki drill diadopsi oleh Angkatan Darat Inggris untuk luar pelayanan Eropa secara umum,  tetapi tidak sampai Perang Boer Kedua, pada tahun 1902, apakah menstandarkan seluruh Angkatan Darat Inggris di khaki (secara resmi dikenal sebagai "membosankan") untuk Dress Layanan.

Pramuka Lovat terbentuk dari gamekeepers Skotlandia untuk layanan dalam perang Boer. Mereka memperkenalkan setelan Ghillie untuk penyembunyian untuk sniping dalam Perang Dunia I.

Winston Churchill (Laksamana Pertama Angkatan Laut di Perang Dunia I, Perdana Menteri dalam Perang Dunia II) dianggap penyamaran dalam perang menjadi sangat diperlukan "unsur Léger de, sentuhan asli dan mematikan, yang meninggalkan musuh dalam kebingungan serta terkalahkan." ]


Di Jerman Prusia seragam tradisional biru diganti dengan Feldgrau ("fieldgrey") pada tahun 1910. seragam Perancis dalam tahap awal Perang Dunia Pertama terdiri dari terang (Garance) celana merah dan biru Greatcoats sebagai bagian dari seragam standar . Upaya untuk memperkenalkan seragam kamuflase di Perancis pada tahun 1911 dalam menghadapi pasukan oposisi yang kuat dengan celana merah dipandang sebagai simbol dari doktrin militer Perancis. Seorang mantan Menteri Perang Eugène Étienne menyuarakan pasukan oposisi khas untuk kamuflase: ".. Memusnahkan celana merah Jangan Perancis adalah celana panjang merah" topi merah KEPI Prancis namun segera ditutupi dengan kain dan pengalaman perang modern yang langsung mengarah ke pengenalan seragam baru. Seorang seniman Amerika dan zoologi, Abbott Thayer menerbitkan buku Menyembunyikan pewarnaan di Kerajaan Hewan, yang banyak dibaca oleh para pemimpin militer, meskipun advokasi tentang countershading (untuk menyembunyikan bayangan) kurang berhasil.Gestalt Psikologi mempengaruhi perkembangan kamuflase karena ditangani dengan pertanyaan seperti "Bagaimana mungkin kita melihat sesuatu?". Gerakan seni kontemporer seperti kubisme, vorticism dan impresionisme juga mempengaruhi perkembangan kamuflase karena mereka berurusan dengan garis mengganggu, abstraksi dan teori warna.

Orang Prancis membentuk Bagian de Camouflage (Departemen Kamuflase) di Amiens pada tahun 1915, terutama dipimpin oleh Lucien-Victor de Guirand Scévola. Para ahli, yang disebut camoufleurs, sebagian besar pelukis, pematung dan teater-set seniman. De Scévola mulai dengan membangun sebuah pohon observasi, terbuat dari baja dengan kamuflase kulit kayu, Mei 1915; pohon tersebut menjadi populer dengan tentara Inggris dan Perancis pada 1916. Kanvas dilukis jaring diperkenalkan pada 1917, dan 7 juta meter persegi digunakan pada akhir perang. 

Spesialis pasukan, terutama penembak jitu, yang disediakan dengan buatan tangan seragam kamuflase, termasuk kerudung bermotif untuk kepala dan pistol, yang dilukis dengan tangan overall dan samaran yang tertutup jala atau pemecatan-adaptasi dari kamuflase kain yang digunakan di Skotlandia oleh anti-perburuan sipir, Gillies, yang Ghillie pertama jas, tetapi non-spesialis seragam tetap unpatterned sepanjang Perang Dunia I. Sementara kamuflase telah digunakan oleh pemburu sejak zaman prasejarah, dan Ghillie sesuai masih dipakai oleh gamekeepers Skotlandia hari ini, kamuflase dalam konteks militer dianggap banci karena dianggap penakut takut diketahui oleh musuh dan disambut dengan cemoohan sampai akhir abad 19.
 
Namun demikian negara-negara lain segera melihat keuntungan dari kamuflase, dan mendirikan unit mereka sendiri berikiut seniman, desainer dan arsitek yang khusus menangani kaim kamuflase diantaranya adalah :

* Bagian Kamuflase Inggris pada 1916-an di Wimereux,
* AS
o New York Kamuflase Masyarakat, April 1917;
o Sebuah Perusahaan resmi, Insinyur ke-40, Januari 1918;
o Reserve Wanita Kamuflase Corps;
* Jerman, dari 1917: misalnya, permen kamuflase meliputi pesawat Tengah Powers, mungkin kamuflase dicetak paling awal;
* Italia, Laboratorio di mascheramento, 1917.


Sementara di Indonesia sendiri pengembangan kain loreng berawal dari sebuah pabrik PT Sritex di daerah Sukoharjo Solo

Sejak awal dirintis, pasar utama Sritex adalah pakaian militer. Dari aspek bisnis, pasar ini memiliki keuntungan tersendiri. Pertama, militer tidak mengenal krisis ekonomi. Dalam kondisi krisis ekonomi, militer tetap diperlukan dan personilnya tetap harus menggunakan pakaian seragam. Kedua, instansi militer tidak mengenal bangkrut seperti umumnya perusahaan atau instansi swasta. Kalau militer menjadi customer Sritex, maka ia merupakan captive market dan akan terus menerus memesan (repeat order).

Keterlibatan Sritex dalam me- nangani seragam militer bermula pada tahun 1992. Kala itu Sritex diajak masuk menjadi penyedia logistik ABRI dalam bidang pengadaan seragam prajurit. Ajakan tersebut berasal dari almarhum Jenderal Surono, mantan Panglima Komando Wilayah Pertahanan (Pangkowilhan) dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan.

Sritex tak menyia-siakan kesempatan tersebut dan segera melakukan sejumlah persiapan untuk memproduksi kain kain loreng, terutama degan mengadakan riset di internal. Pengalaman menarik dari proyek logistik ABRI ini, ternyata tidak mudah membuat pakaian tentara. Untuk membikin seragam militer membutuhkan kualitas yang sangat tinggi. Semua diperhitungkan secara matang dan teliti, mulai dari ketahanan asam, ketahanan gesek, dan lainnya. Speknya sangat tinggi.
Membuat seragam militer memang perlu kepekaan bahan baku dari unsur-unsur kimia. Untuk mendukung proyek tersebut, Sritex mendapat dukungan dari Ciba, perusahaan industri kimia dari Swiss. Setelah melalui riset dan serangkaian uji coba, akhirnya Sritex berhasil ditetapkan sebagai penyuplai seragam militer ABRI. ”Butuh riset selama satu tahun, agar Sritex bisa menciptakan seragam militer ABRI. Sritex masuk lewat Badan Perbekalan (Babek) ABRI. Jumlah yang dipesan untuk pertama kalinya sebanyak 20.000 meter,” jelas Pramono.


Sritex makin serius menggarap seragam-seragam militer. Dan terus mencari tantangan dengan desain-desain baru dari seragam angkatan bersenjata. Salah satu indikator kesuksesan Sritex dalam menggarap seragam militer adalah keberhasilannya memproduksi seragam Kopassus Angkatan Darat ABRI, yang diberi nama “Darah Mengalir”.

Seragam “Darah Mengalir” ini sebenarnya seragam Kopassus saat masih dipegang oleh Sarwo Edhi Wibowo tahun 1960-an. Waktu pembentukan, Kopassus harus mempunyai seragam khusus, maka diberilah nama “Darah Mengalir”. Karena ada motif percikan darah yang mengalir berwarna merah bata. Pada saat itu, Kostrad punya identitas Daun Anggur, Paskhas juga punya. Oleh karena itu, Panglima ABRI menginstruksikan agar seragam militer disamakan, yang kemudian dinamakan Loreng ABRI. Seragam satuan tak boleh lagi.

Pada tahun 1990-an, ketika Komandan Kopassus dijabat Agum Gumelar, muncul ide dari Sritex untuk menawarkan pembuatan seragam “Darah Mengalir” yang menjadi kebanggaan Kopassus. Tapi atas persetujuan dari panglima TNI, yang waktu itu dijabat Jenderal Faisal Tanjung. Meski belum ada izin untuk memproduksi “Darah Mengalir”, Sritex mulai melakukan riset dan survei, karena kebetulan mendapat contoh motifnya dari Aslog Kopassus, Sriyanto.

Pada tahun 1994, saat Kopassus dipegang oleh Subagyo HS dan wakilnya Prabowo, motif pakaian “Darah Mengalir” mendapat izin dari Panglima TNI Jenderal Faisal Tanjung untuk diproduksi. Tapi, dari hasil survei dan riset tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa pembuatan “Darah Mengalir” sangat susah. Terutama adalah di bagian warnanya. Karena ada seperti warna darah yang mengalir.

Kegagalan riset motif “Darah Mengalir” itu terjadi sampai 20 kali lebih. Terutama di warna darah keringnya. Setelah disetujui dan berhasil mendapat spesifikasi maka selanjutnya diproduksi. Seragam itu pertama kali dipakai pada saat pembaretan prajurit di Cilacap.

Keberhasilan Sritex memproduksi “Darah Mengalir” ini  makin meningkatkan pengalaman dan pengetahuan Sritex dalam memproduksi seragam militer. Bahkan “Darah Mengalir” menjadi spesialisasi Sritex, karena memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Kalau TNI  memesan ke pabrik lain untuk memproduksi “Darah Mengalir”, bisa dipastikan akan menolak karena tingkat kesulitannya. Jadi, untuk produk “Darah Mengalir” pasti ke Sritex.


Produk tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) ini diakui telah memenuhi standar North Atlantic Treaty Organization (NATO) sehingga dipercaya memproduksi seragam militer anggota NATO. Tidak hanya seragam, tetapi juga seragam tempur, jaket, cover all, rompi, tenda, sepatu dan lain-lain.
Hingga awal 2010 ini, PT Sritex melayani pembuatan seragam militer untuk 25 negara, yakni, Indonesia, Australia, Brunei, Kamboja, Siprus, Inggris, Jerman, Kuwait, Lebanon, Nepal, Oman, Papua, Filipina, Qatar, Singapura, Somalia, Sudan, Swiss, Arab, Zimbabwe, Austria dan terakhir Timor Leste. Karena masuk pasar ekspor, harga jual produk di luar negeri pun menyesuaikan.
Corporate Secretary PT Sritex, M. Taufik Adam, saat menunjuk salah satu jaket militer anti infra red yang siap dikirim ke Jerman, mengatakan satu jaket itu di jual dengan harga rata-rata US$150 atau senilai Rp 1.395.000 (1US$=Rp 9.300). ”Tapi, kalau di pasang di outlet di Solo, mungkin hanya Rp 150.000 per jaket,” ujar Taufik membandingkan. Begitu pula dengan seragam militer yang siap dikirim ke Abu Dhabi. ”Kalau seragam ini, di jual ke Abudhabi dengan harga rata-rata US$300.”
Untuk proses pengerjaan, dilakukan secara parsial atau per komponen. Misalnya, satu tenaga kerja hanya bertugas membuat pola saja, memasang kancing baju saja, membuat mata itik saja dan seterusnya. Taufik menambahkan, memproduksi seragam militer ini lebih memiliki tingkat kesulitan di banding produk garmen lainnya. Sehingga, satu kali proses perlu ada quality control. ”Pengerjaan harus lebih detail dan disesuaikan dengan desain yang diminta masing-masing negara.”
Terkait kapasitas produksi, Taufik mengatakan, saat ini Sritex mampu memproduksi garmen sebanyak 2,5 juta set per bulan, dengan rata-rata pertumbuhan 15%-20% per tahun Kapasitas ini naik dari kapasitas sebelum adanya perluasan industri, 1,5 juta set per bulan. Sementara, untuk produk kain, kapasitasnya mencapai 8-9 juta yard per bulan. Dan produksi benang, berkisar 7.000 bal per bulan.


Seragam militer AD Jerman dan Belanda diproduksi PT. Sritex. (Foto: Berita HanKam)

29 Januari 2012, Sukoharjo: Pemerintah Timor Leste memesan seragam militer, polisi, dan Pegawai pemerintahnya di sebuah perusahaan tekstil di Sukoharjo Jawa tengah. Perusahaan tersebut sudah memproduksi berbagai seragam militer dan polisi untuk 27 negara di dunia.

Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, mengamati ratusan patung berseragam militer dan polisi beraneka warna maupun motifnya. Ratusan patung manekin militer tersebut berada di sebuah ruangan pabrik tekstil, PT SRITEX, Sukoharjo, Jawa tengah, Sabtu siang (28/1).

Setiap patung tersebut tertulis kesatuan militer dan negara yang memakainya. Ada seragam untuk militer Malaysia, Kroasia, Jerman, Arab Saudi, Yunani, Libya, Sudan, dan sebagainya. Xanana mengatakan Timor Leste masih membutuhkan pasokan seragam militer, polisi, maupun pegawai pemerintah. Kebutuhan tersebut, tegas Xanana, dipasok dari Indonesia.

Xanana mengatakan, “Kunjungan kami ke sini untuk mengenal lebih dekat PT Sritex, karena kebutuhan tekstil seragam militer atau tentara, polisi, dan pegawai pemerintah di Timor Leste masih banyak..kita order pasokan kebutuhan seragam tersebut dari pabrik ini..kita juga perlu memberikan training kepada warga Timor Leste untuk memproduksi tekstil..harapan kita, pabrik tekstil ini bisa memberikan investasi di bidang tekstil ke Timor Leste.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman atau SRITEX, Iwan Setiawan Lukminto mengatakan pasokan kebutuhan seragam tersebut baru mencapai separuh. Iwan menjanjikan seluruh kebutuhan seragam militer, polisi, maupun pegawai pemerintah Timor Leste akan tercukupi.

“Kita akan terus meningkatkan nilai ekspor ke Timor Leste. Kami melihat Timor Leste masih kurang dan sangat membutuhkan pasokan tekstil kain loreng lebih banyak lagi..kita memasok kebutuhan seragam militer atau tentara, polisi di Timor Leste..nantinya semua akan diproduksi di pabrik ini..kita baru bisa memasok seragam tersebut separuh kebutuhan Timor leste..secara bertahap, kita akan memenuhi semua pasokan kebutuhan seragam tersebut,” demikian keterangan Iwan Setiawan Lukminto.